BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Proses menua (aging) adalah proses
alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial
yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi
menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus
pada lansia. Masalah kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah
kesehatan yang dibahas pada pasien-pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang
merupakan bagian dari Gerontologi, yaitu ilmu yang mempelajari segala aspek dan
masalah lansia, meliputi aspek fisiologis, psikologis, sosial, kultural,
ekonomi dan lain-lain. Menurut Setiawan (1973), timbulnya perhatian pada
orang-orang usia lanjut dikarenakan adanya sifat-sifat atau faktor-faktor
khusus yang mempengaruhi kehidupan pada usia lanjut.
Lansia merupakan
salah satu fase kehidupan yang dialami oleh individu yang berumur panjang.
Lansia tidak hanya meliputi aspek biologis, tetapi juga psikologis dan sosial.
Menurut Laksamana (1983:77), perubahan yang terjadi pada lansia dapat disebut
sebagai perubahan `senesens` dan perubahan ’senilitas’. Perubahan `senesens’
adalah perubahan-perubahan normal dan fisiologik akibat usia lanjut. Perubalian
’senilitas’ adalah perubahan¬-perubahan patologik permanent dan disertai dengan
makin memburuknya kondisi badan pada usia lanjut. Sementara itu, perubahan yang
dihadapi lansia pada amumnya adalah pada bidang klinik, kesehatan jiwa dan
problema bidang sosio ekonomi. Oleh karma itu lansia adalah kelompok dengan
resiko tinggi terhadap problema fisik dan mental.
Proses menua pada
manusia merupakan fenomena yang tidak dapat dihindarkan. Seinakin baik
pelayanan kesehatan sebuah bangsa makin tinggi pula harapan hidup masyarakatnya
dan padan gilirannya makin tinggi pula jumlah penduduknya yang berusia lanjut.
Demikian pula di Indonesia.
Dalam pendekatan
pelayanan kesehatan pada kelompok lansia sangat perlu ditekankan pendekatan
yang dapat mencakup sehat fisik, psikologis, spiritual dan sosial. Hal tersebut
karena pendekatan dari satu aspek saja tidak akan menunjang pelayanan kesehatan
pada lansia yang membutuhkan suatu pelayanan yang komprehensif.
Usia lansia bukan
hanya dihadapkan pada permasalahan kesehatan jasmaniah saja, tapi juga
permasalahan gangguan mental dalam menghadapi usia senja. Lansia sebagai tahap
akhir dari siklus kehidupan manusia, sering diwarnai dengan kondisi hidup yang
tidak sesuai dengan harapan. Banyak faktor yang menyebabkan seorang mengalami
gangguan mental seperti menarik diri.
Ada beberapa faktor
yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa lansia. Faktor-faktor tersebut
hendaklah disikapi secara bijak sehingga para lansia dapat menikmati hari tua
mereka dengan bahagia. Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang
sangat mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah sebagai berikut:
• Penurunan kondisi
fisik
• Penurunan fungsi
dan potensi seksual
• Perubahan aspek
psikososial
• Perubahan yang
berkaitan dengan pekcrjaan
• Perubahan dalam
peran sosial di masyarakat
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan sebelumnya maka
penulis merumuskan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini. Adapun rumusan
masalahnya antara lain :
1.
Apakah
definisi dari Isolasi
dan Menarik Diri?
2.
Apakah
etiologi dari Menarik
Diri?
3.
Apa saja Faktor Predisposisi?
4.
Apa saja Faktor
Presifitasi?
5.
Apa saja Tanda dan Gejala?
6.
Apa saja Rentang Respon?
7.
Apa saja Karakteristik Perilaku?
8.
Apa saja Permasalahan?
1.3.
Tujuan
1.3.1.
Tujuan
Umum
Mengetahui dan mampu memberikan
asuhan keperawatan lansia dengan masalah sosio cultural.
1.3.2.
Tujuan
Khusus
Tujuan khusus dari pembuatan
makalah ini adalah agar mahasiswa/ mahasiswi mengetahui dan dapat melakukan hal
sebagai berikut :
1.
Mengetahui definisi dari Isolasi dan Menarik Diri?
2.
Mengetahui etiologi dari Menarik Diri?
3.
Mengetahui Faktor Predisposisi
4.
Mengetahui Faktor Presifitasi
5.
Mengetahui Tanda dan Gejala
6.
Mengetahui Rentang Respon
7.
Mengetahui Karakteristik Perilaku
8.
Mengetahui Permasalahan
BAB II
KONSEP DASAR TEORITIS
2.1. Definisi
Menarik diri
adalah penilaian yang salah tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa
jauh perilaku sesuai dengan ideal diri pencapaian ideal diri /cita-cita
/harapan langsung menghasilkan perasaan berharga .Harga diri dapat diperoleh
melalui penghargaan diri sendiri maupun dari orang lain.Perkembangan harga diri
juga ditentukan oleh perasaan diterima,dicintai,dihormati oleh orang lain,serta
keberhasilan yang pernah dicapai individu dalam hidupnya (Hidayat,2006).
Isolasi
adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan
atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak
mampu untuk membuat kontak ( Carpenito, 1998 )
Isolasi
sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang
lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam(Towsend,1998)
Seseorang
dengan perilaku menarik diri akan menghindari interaksi dengan orang lain.
Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai
kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran dan prestasi atau kegagalan. Ia mempunyai
kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang
dimanivestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian dan tidak
sanggup membagi pengalaman dengan orang lain (DepKes, 1998).
Dari segi
kehidupan sosial cultural, interaksi sosial adalah merupakan hal yang utama
dalam kehidupan bermasyarakat, sebagai dampak adanya kerusakan interaksi sosial
: menarik diri akan menjadi suatu masalah besar dalam fenomen kehidupan, yaitu
terganggunya komunikasi yang merupakan suatu elemen penting dalam mengadakan
hubungan dengan orang lain atau lingkungan disekitarnya.
2.2. Etiologi
Penyebab dari
menarik diri adalah harga diri rendah yaitu perasaan negatif terhadap diri
sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan, yang
ditandai dengan adanya perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah
terhadap diri sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat, percaya
diri kurang, dan juga dapat mencederai diri (Carpenito,L.J,1998:352)
2.3. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya perilaku menarik diri
adalah kegagalan perkembangan yang dapat mengakibatkan individu tidak percaya
diri, tidak percaya orang lain, ragu takut salah, putus asa terhadap hubungan
dengan orang lain, menghindar dari orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan
dan merasa tertekan.
Berbagai teori telah diajukan untuk menjelaskan gangguan
alam perasaan yang parah. Teori ini menunjukkan rentang faktor-faktor penyebab
yang mungkin bekerja sendiri atau dalam kombinasi.
1. Faktor genetik, dianggap mempengaruhi tranmisi gangguan
efektif melalui riwayat keluarga atau keturunan.
2. Teori agresi menyerang kedalam menunjukkan bahwa
depresi terjadi karena perasaan marah yang ditujukan kepada diri sendiri.
3. Teori kehilangan objek, merujuk kepada perpisahan
traumatik individu dengan benda atau yang sangat berarti.
4. Teori organisasi kepribadian, menguraikan bagaimana
konsep diri yang negatif dan harga diri rendah mempengaruhi sistem keyakinan
dan penilaian seseorang terhadap sesuatu
5. Model kognitif menyatakan bahwa defresi, merupakan
masalah kognitif yang didominasi oleh evaluasi negatif seseorang terhadap diri
seseorang, dunia seseorang, dan masa depan seseorang.
2.4.
Faktor
Presifitasi
Sedangkan faktor presipitasi dari
faktor sosio-cultural karena menurunnya stabilitas keluarga dan berpisah karena
meninggal dan faktor psikologis seperti berpisah dengan orang yang terdekat
atau kegagalan orang lain untuk bergantung, merasa tidak berarti dalam keluarga
sehingga menyebabkan klien berespons menghindar dengan menarik diri dari
lingkungan (Stuart and sundeen, 1995).
2.5.
Tanda dan Gejala
1.
Apatis,
ekspresi, afek tumpul.
2.
Menghindar dari
orang lain (menyendiri) klien tampak memisahkan diri dari orang lain.
3.
Komunikasi
kurang atau tidak ada.
4.
Tidak ada kontak
mata, klien lebih sering menunduk.
5.
Berdiam diri di
kamar/tempat berpisah – klien kurang mobilitasnya.
6.
Menolak hubungan
dengan orang lain – klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak
bercakap-cakap.
7.
Tidak melakukan
kegiatan sehari-hari, artinya perawatan diri dan kegiatan rumah tangga
sehari-hari tidak dilakukan.
2.6. Rentang Respon
1. Menyendiri (solitude) merupakan
respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah dilakukan di
lingkungan sosialnya dan suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah
selanjutnya.
2. Otonomi merupakan kemampuan individu
untuk menentukan dan menyampaikan ide-ide pikiran, perasaan dalam hubungan
sosial.
3. Bekerjasama (mutualisme) adalah suatu
kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu tersebut mampu untuk
saling memberi dan menerima.
4. Saling tergantung (interdependen)
adalah suatu kondisi saling tergantung antara individu dengan orang lain dalam
membina hubungan interpersonal.
5. Menarik diri merupakan suatu keadaan
dimana seseoramg menemukan kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka
dengan orang lain.
6. Tergantung (dependen) terjadi bila
seseorang gagal mengambangkan rasa percaya diri atau kemampuannya untuk
berfungsi secara sukses.
7. Manipulasi merupakan gangguan
hubungan sosial yang terdapat pada individu yang menganggap orang lain sebagai
objek. Individu tersebut tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam.
8. Curiga terjadi bila seseorang gagal
mengembangkan rasa percaya dengan orang lain. Kecurigaan dan ketidakpercayaan
diperlihatkan dengan tanda-tanda cembru, iri hati, dan berhati-hati. Perasaan
induvidu ditandai dengan humor yang kurang, dan individu merasa bangga dengan
sikapnya yang dingin dan tanpa emosi.
2.7 Karakteristik Perilaku
1. Gangguan
pola makan : tidak nafsu makan atau makan berlebihan.
2. Berat
badan menurun atau meningkat secara drastis.
3. Kemunduran
secara fisik.
4. Tidur
berlebihan.
5. Tinggal
di tempat tidur dalam waktu yang lama.
6. Banyak
tidur siang.
7. Kurang
bergairah.
8. Tidak
memperdulikan lingkungan.
9. Kegiatan
menurun.
10. Immobilisasai.
11. Mondar-mandir
(sikap mematung, melakukan gerakan berulang).
12. Keinginan
seksual menurun.
2.8 Permasalahan
Berbagai
permasalahan sosial yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan Lanjut
Usia, antara lain sebagai berikut
:
1.
Permasalahan Umum
a. Masih
besarnya jumlah Lajut Usia yang berada dibawah garis kemiskinan.
b. Makin
melemahnya nilai kekerabatan, sehingga anggota keluarga yang berusia lanjut
kurang diperhatikan, dihargai dan dan dihormati, berhubung terjadi perkembangan
pola kehidupan keluarga yang secara fisik lebih mengarah pada bentuk kelurga
kecil.
c. Lahirnya
kelompok masyarakat industri, yang memiliki ciri kehidupan yang lebih bertumpu
kepada individu dan menjalankan kehidupan berdasarkan perhitungan untung rugi,
lugas dan efisien, yang secara tidak langsung merugikan kesejahteraan lanjut
usia.
d. Masih
rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga profesional pelayanan lanjut usia dan
masih terbatasnnya sarana pelayanan dan fasilitas khusus bagi lanjut usia
dengan berbagai bidang pelayanan pembinaan kesejahteraan lanjut usia.
e. Belum
membudaya dam melembaganya kegiatan pembinaan kesejateraan lanjut usia.
2.
Permasalahan Khusus
Menurut
Departemen Sosial Republik Indonesia (1998), berbagai permasalahan khusus yang
berkaitan dengan kesejahteraan lanjut usia adalah sebagai berikut:
a. Berlangsungnya proses menjadi tua,
yang berakibat timbulnya masalah baik fisik, mental maupun sosial. Mundurnya
keadaan fisik yang menyebabkan penuaan peran sosialnya dan dapat menjadikan
mereka lebih tergantung kepada pihak lain.
b. Berkurangnya integrasi sosial Lanjut
Usia, akibat produktivitas dan kegiatan Lanjut Usia menurun. Hal ini
berpengaruh negatif pada kondisi sosial psikologis mereka yang merasa sudah
tidak diperlukan lagi oleh masyarakat lingkungan sekitarnya.
c. Rendahnya produktivitas kerja lanjut
usia dibandingkan dengan tenaga kerja muda dan tingkat pendidikan serta
ketrampilan yang rendah, menyebabkan mereka tidak dapat mengisi lowongan kerja
yang ada, dan terpaksa menganggur.
d. Banyaknya lanjut usia yang miskin,
terlantar dan cacat, sehingga diperlukan bantuan dari berbagai pihak agar
mereka tetap mandiri serta mempunyai penghasilan cukup.
e. Berubahnya nilai sosial masyarakat
yang mengarah kepada tatanan masyarakat individualistik, sehingga Lanjut Usia
kurang dihargai dan dihormati serta mereka tersisih dari kehidupan masyarakat
dan bisa menjadi terlantar. Di samping itu terjadi pergeseran nilai budaya
tradisional, dimana norma yang dianut bahwa orang tua merupakan bagian dari
kehidupan keluarga yang tidak dapat dipisahkan dan didasarkan kepada suatu
ikatan kekerabatan yang kuat, dimana orang tua dihormati serta dihargai,
sehingga seseorang anak mempunyai kewajiban untuk mengurus orang tuanya. Di
pihak lain, dapat terjadi sebagian generasi muda beranggapan bahwa para lanjut
usia tidak perlu lagi aktif dalam urusan hidup sehari-hari. Hal ini akan
memperburuk integrasi sosial para lanjut usia dengan masyrakatlingkungannya,
sehingga dapat terjadi kesenjangan antara-generasi tua dan muda. Dengan
demikian, sulit untuk mempertahankan dan melestarikan budaya bangsa ini secara
terus-menerus dari generasi ke generasi selanjutnya.
f. Adanya dampak negatif dari proses
pembangunan seperti dampak lingkungan, polusi dan urbanisasiyang dapat
mengganggu kesehatan fisik lanjut usia. Terkosentrasinya dan penyebaran
pembangunan yang belum merata menimbulkan ketimpangan antara penduduk lanjut
usia di kota dan di desa.
2.9 Asuhan
Keperawatan Lansia Dengan Masalah Psikososial
A.
Pengkajian
•
Identitas Klien
Meliputi
nama klien , umur , jenis kelamin , status perkawinan, agama, tangggal MRS ,
informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien dan alamat klien.
•
Orang-orang terdekat
Status
perkawinan, kebiasaan pasien di dalam tugas-tugas keluarga dan fungsi-fungsinya,
pengaruh orang terdekat, proses interaksi dalam keluarga.
•
Kultural
Latar
belakang etnis, tingkah laku mengusahakan kesehatan (sistem rujukan penyakit),
nilai-nilai yang berhubungan dengan kesehatan dan keperawatan, faktor-faktor
kultural yang dihubungkan dengan penyakit secara umum dan respons terhadap rasa
sakit, kepercayaan mengenai perawatan dan pengobatan.
•
Keluhan Utama
Keluhan
biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain) komunikasi kurang atau
tidak ada , berdiam diri dikamar ,menolak interaksi dengan orang lain, tidak
melakukan kegiatan sehari – hari , dependen.
•
Faktor predisposisi
Kehilangan,
perpisahan ,harapan orang tua yang tidak realistis ,kegagalan /frustasi
berulang, tekanan dari kelompok sebaya; perubahan struktur sosial. Terjadi trauma yang
tiba tiba misalnya harus dioperasi , kecelakaan dicerai suami ,putus sekolah
,PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi ( korban perkosaan ,dituduh
KKN, dipenjara tiba – tiba) perlakuan orang lain yang tidak menghargai klien/
perasaan negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung lama.
•
Aspek fisik / biologis
Hasil
pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan , TB, BB) dan keluhafisik
yang dialami oleh klien.
•
Aspek Psikososial
1.
Genogram yang menggambarkan tiga generasi
2.
Konsep diri
a)
Citra tubuh
Menolak
melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak menerima perubahan
tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Menolak penjelasan perubahan
tubuh , persepsi negatip tentang tubuh. Preokupasi dengan bagia tubuh yang
hilang, mengungkapkan keputus asaan, mengungkapkan ketakutan.
b)
Identitas diri
Ketidakpastian
memandang diri, sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan
c)
Peran
Berubah
atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit, proses menua, putus
sekolah, PHK.
d)
Ideal diri
Mengungkapkan
keputus asaan karena penyakitnya : mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.
e)
Harga diri
Perasaan
malu terhadap diri sendiri , rasa bersalah terhadap diri sendiri , gangguan
hubungan sosial , merendahkan martabat, mencederai diri, dan kurang percaya
diri.
3. Klien mempunyai gangguan / hambatan
dalam melakukan hubunga sosialdengan orang lain terdekat dalam kehidupan,
kelempok yang diikuti dalam masyarakat.
4.
Kenyakinan klien terhadap tuhan dan kegiatan untuk ibadah ( spritual).
•
Status Mental
Kontak
mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata , kurang dapat memulai
pembicaraan , klien suka menyendiri dan kurang mampu berhubungan denga orang
lain , Adanya perasaan keputusasaan dan kurang berharga dalam hidup.
•
Kebutuhan persiapan pulang.
1. Klien mampu menyiapkan dan
membersihkan alat makan
2. Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan
dan membersihkan WC, membersikan dan merapikan pakaian.
3. Pada observasi mandi dan cara
berpakaian klien terlihat rapi
4. Klien dapat melakukan istirahat dan
tidur , dapat beraktivitas didalam dan diluar rumah
5. Klien dapat menjalankan program
pengobatan dengan benar.
•
Mekanisme Koping
Klien
apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan nya pada orang orang
lain ( lebih sering menggunakan koping menarik diri)
•
Aspek Medik
Terapi
yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT, Psikomotor,therapy
okopasional, TAK , dan rehabilitas.
3.0
Diagnosa
Keperawatan
A. Pengertian
Diagnosa
Keperawatan adalah identifikasi atau penilaian pola respons baik aktual maupun
potensial (Stuart and Sundeen, 1995)
Masalah
keperawatan yang sering muncul yang dapat disimpulkan dari pengkajian adalah
sebagai berikut :
• Isolasi sosial : menarik diri
• Gangguan konsep diri: harga diri
rendah
• Resiko perubahan sensori persepsi
• Koping individu yang efektif sampai
dengan ketergantungan pada orang lain
• Gangguan komunikasi verbal, kurang
komunikasi verbal.
• Intoleransi aktifitas.
• Kekerasan resiko tinggi.
B. Diagnosa
Keperawatan Yang Mungkin Muncul
1. Harga diri rendah berhubungan dengan
merasakan/mengantisipasi kegagalan pada peristiwa-peristiwa kehidupan.
2. Koping individu tidak efektif
berhubungan dengan ketidakseimbangan sistem saraf; kehilangan memori;
ketidakseimbangan tingkah laku adaptif dan kemampuan memecahkan masalah.
3. Ansietas berhubungan dengan krisis
situasional/maturasional.
4. Ketidakpatuhan berhubungan dengan
sistem penghargaan pasien; keyakinan kesehatan, nilai spiritual,
pengaruh kultural.
DAFTAR
PUSTAKA
Setiabudhi,
Tony dan Hardywinoto. 2005. Panduan Gerontologi: Tinjauan dari Berbagai Aspek.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
E.
Doenges, Marilyon. dkk. 1919. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar