Kamis, 28 Juni 2012

Broken home


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
      Sebagai makhluk sosial, mungkin tak jarang kita temui sebagai anak remaja yang frustasi atau depresi karena beragam masalah yang muncul dengan alasan, faktor utama adalah orang tua. Sebagai remaja, tentunya kita tak asing lagi dengan kata “Broken Home” atau keluarga yang tidak harmonis. Kata inilah yang biasanya menyelimuti rasa takut para remaja saat ini, ketika kedua orang tua mereka sedang berbeda pendapat atau berselisih paham.
      Maka remaja merupakan masa dimana seorang sedang mengalami saat kritis sebab ia akan menginjak ke masa dewasa. Remaja berada dalam masa peralihan. Dalam masa peralihan itu pula remaja sedang mencari identitasnya. Dalam proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa membingungkan dirinya, remaja membutuhkan perhatian dan bantuandari orang yang dicintai dan dekat dengannya terutama orang tua atau keluarganya. Seperti yang telah diketahui bahwa fungsi keluarga adalah memberi pengayoman sehingga menjamin rasa aman maka dalam masa kritisnya remaja sungguh-sungguh membutuhkan realisasi fungsi tersebut.
      Menurut WHO remaja adalah suatu masa ketika individu berkembang dari menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai mencapai kematangan seksual, mengalami perkembangan psikologis danpola identifikasi dari anak-anak menjadi dewasa, serta peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relative lebih mandiri.
1.2  Tujuan Penyusunan Makalah
      Didalam penulisan makalah ini bertujuan supaya orang tua lebih memperhatikan perkembangan anak dan tidak hanya mementingkan egonya masing-masing seperti berpisah atau bercerai, karena sikap orang tua itu sangat berpengaruh pada perkembangan anak terutama remaja. Dan setiap anak akan selalu membutuhkan dukungan dari kedua orangtuanya dan ingin lengkap mendapatkan kasih sayang dari kedua orangtuanya langsung. Menurut Kartini Kartono, “Sikap dan perilaku orang tua dalam hubungan dengan anak-anak mempengaruhi setiap pertumbuhan dan perkembangan”.
      Tujuan utama dari penulisan makalh ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan yang ditugaskan oleh Bapak Slamet Triyadi,S.pd.

1.3  Perumusan Masalah
      Perumusan masalahnya meliputi:
1.      Apa itu remaja?
2.      Apa itu Broken Home?
3.      Dampak kejiwaan seperti apa akibat Broken Home?
4.      Bagaimana realita remaja yang mengalami Broken Home?
5.      Bagaimana untuk meminimalisir dampak negatif terhadap remaja Broken Home?
6.      Apa saja faktor-faktor penyebab Broken Home?

1.4  Batasan Masalah
      Pembahasan masalah pada Pengaruh Keluarga Broken Home Terhadap Anak Remaja meliputi:
·         Pengertian Remaja
·         Pengertian Broken Home
·         Dampak Broken Home dan Perkembangan Remaja
·         Realita Remaja yang Mengalami Broken Home
·         Solusi Meminimalisir Dampak Negatif Terhadap Remaja Broken Home
·         Faktor-faktor Penyebab Broken Home

BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Remaja
            Kata remaja berasal dari kata latin yaitu adolescere yang berarti to grow atau to maturity. Definisi dari remaja adalah periode perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Perkembangan ini meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi pada perubahan dalam hubungannya dengan orang tua dan cita-cita mereka. Remaja merupakan masa yang labil, dimana mereka sedang mencari jatidiri mereka, dan merekalah yang menentukan mau ke arah mana mereka esok hari.
            Istilah remaja mengandung arti yang cukup luas, menurut Piaget (dalam Muhammad Ali dan M. Astori, mengatakan bahwa:
Remaja masih suatu usia dimana individu menjadi terintegrasi kedalam masyarakat dewasa dan suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada dibawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama atau paling tidak sejajar. Masa remaja merupakan masa transisi yang menginginkan sesuatu yang baru.
            Sedangkan menurut Sarlito Wirawan Sarwono, “Remaja adalah periode peralihan kemasa dewasa” dimana mereka seyogyanya mulai mempersiapkan diri menuju kehidupan dewasa.
            Jadi remaja adalah individu yang berumur 12 sampai 21 tahun dimana seorang mengalami saat kritis sebab akan menginjak masa dewasa, remaja berada dalam masa peralihan dari anak-anak kemasa dewasa. Peningkatan emosional remaja yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal sebagai masa storm dan stress.
                    


2.2  Pengertian Broken Home
            Istilah “Broken Home” biasanya digunakan untuk menggambarkan keluarga yang tidak harmonis dan tidak berjalan layaknya keluarga yang rukun dan sejahtera akibat sering terjadi konflik yang menyebabkan pada pertengkaran yang bahkan dapat berujung pada perceraian. Hal iniakan berdampak besar terhadap suasana rumah yang tidak lagi kondusif, orang tua tidak lagi perhatian terhadap anak-anaknya sehingga berdampak pada perkembangan anak khususnya anak remaja.
            Orang tua adalah panutan dan teladan bagi perkembangan remaja terutama pada perkembangan psikis dan emosi, orang tua adalah pembentukan karakter yang terdekat. Jika remaja diharapkan pada kondisi “broken home” dimana orang tua mereka tidak lagi menjadi panutan bagi dirinya maka akan berdampak besar pada perkembangan dirinya. Dampak psikis yang dialami oleh remaja yang mengalami broken home, remaja menjadi lebih pendiam, pemalu, bahkan despresi berkepanjangan.
            Faktor lingkungan tempat remaja bergaul adalah sarana lain jika orang tua sudah sibuk dengan urusannya sendiri. Jika remaja berada di lingkungan pergaulan yang negatif, karena keadaannya labil maka tidak menutup kemungkinan remaja akan tercebur dalam lembah pergaulan yang tidak baik.

2.3  Dampak Broken Home dan Perkembangan Remaja
2.3.1        Perkembangan Emosi
      Emosi merupakan situasi psikologi yang merupakan pengalaman subjektif yang dapat dilihat dari reaksi wajah dan tubuh. Perceraian adalah suatu hal yang harus dihindari, agar emosi anak tidak menjadi terganggu. Perceraian adalah suatu penderitaan atau pengalaman tramatis bagi anak.
      Adapun dampak pandangan keluarga broken home terhadap perkembangan emosi remaja:
Ø  Perceraian orang tua membuat tempramen anak terpengaruh, pengaruh yang tampak secara jelas dalam perkembangan emosi itu membuat anak menjadi pemurung, pemalas (menjadi agresif) yang ingin mencari perhatian orang tua / orang lain. Mencari jati diri dalam suasana rumah tangga yang tumpang dan kurang serasi.
Ø  Peristiwa perceraian itu menimbulkan ketidakstabilan emosi.
Ø  Ketidakberartian pada diri remaja akan mudah timbul, sehingga dalam menjalani kehidupan remaja merasa bahwa dirinya adalah pihak yang tidak diharapkan dalam kehidupan ini.
Ø  Remaja yang kebutuhannya kurang dipenuhi oleh orang tua, emosi marahnya akan mudah terpancing.

2.3.2        Perkembangan Sosial Remaja
      Tingkah laku sosial kelompok yang memungkinkan seseorang berpartisipasi secara efektif dalam kelompok atau masyarakat.
      Dampak keluarga Broken Home terhadap perkembangan sosial remaja adalah:
Ø  Perceraian orang tua menyebabkan ketidakpercayaan diri terhadap kemampuan dan kedudukannya, dia merasa rendah diri menjadi takut untuk keluar dan bergaul dengan teman-teman.
Ø  Anak sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan. Anak yang dibesarkan dikeluarga pincang, cenderung sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan, kesulitan itu datang secara alamiah dari diri anak tersebut.
Ø  Dampak bagi remaja putri yang tidak mempunyai ayah berperilaku dengan salah satu cara yang ekstrim terhadap laki-laki, mereka sangat menarik diri pasif dan minder kemungkinan yang kedua terlalu aktif, agresif dan genit.

2.3.3        Perkembangan Kepribadian
      Perceraian ternyata memberikan dampak kurang baik terhadap perkembangan kepribadian remaja. Remaja yang orang tuannya bercerai cenderung menunjukan ciri-ciri:
Ø  Berperilaku nakal
Ø  Mengalami depresi
Ø  Melakukan hubungan seksual secara aktif
Ø  Kecenderungan pada obat-obat terlarang
     Keadaan keluarga yang tidak harmonis tidak stabil atau berantakan (broken home) merupakan faktor penentu bagi perkembangan kepribadian remaja yang tidak sehat.

2.3.4        Dampak Positif Akibat Broken Home
      Dalam hubungan nikah yang sudah sangat jelek, yang pertengkarannya sudah sangat parah, kebanyakan anak-anak akan memilih supaya mereka bercerai. Demi kesehatan jiwa anak-anak akan lebih tentram sewaktu dilepaskan dari suasana seperti itu. Pada waktu orang tua tidak tinggal bersama-sama dengan mereka rasanya lebih tenang karena tidak harus menyaksikan pertengkatan. Akhirnya, mereka lebih mantap, lebih damai hidupnya, dan lebih bisa berhubungan dengan orang tuanya sacara lebih sehat.
      Ada sisi positif dari anak korban perceraian, misalnya anak cepat dewasa, punya rasa tanggungjawab yang baik, bisa membantu ibunya. Memang ada anak yang bisa jadi nakal luar biasa, tapi ada yang kebalikannya justru menjadi anak yang sangat baik dan bertanggungjawab.
      Anak-anak ini akhirnya didorong kuat untuk mengambil alih peran orang tua yang tidak ada lagi dalam keluarganya. Secara luar kita melihat sepertinya baik menjadi dewasa, tapi sebetulnya secara kedewasaan tidak terlalu baik karena dia belum siap untuk mengambil alih peran orang tuanya itu.

2.4  Realita Remaja yang Mengalami broken Home
            Beberapa penyebab broken home yang paling sering terjadi adalah kurangnya komunikasi antar keluarga sehingga menyebabkan adanya jarak dianatara mereka. Jarak tersebut semakin terasa ketika rasa ketidakpercayaan dan komitmen awal pernikahan mulai terkikis. Seiring berjalannya waktu, hal ini berkembang menjadi sebuah perselisihan dan ketidakharmonisan yang memuncak.
            Penyebab kedua yang sering menyebabkan terjadinya broken home adalah masalah ekonomi yang berujung pada kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Kedua penyebab tersebut paling banyak menghasilkan keluarga-keluarga broken home yang berakhir pada perceraian atau pertengkaran tanpa akhir.
            Sebagai korban, tentunya anak-anak akan merasakan hal-hal yang tidak mengenakan. Perasaan ini timbul dan berkembang dalam diri si anak hingga ia beranjak dewasa. Pada fase remaja, dimana jiwa remaja sedang bergelora, perasaan ini bercampur aduk menjadi satu baik depresi, malu, sedih, kecewa, kesal, sakit hati, bingung, merasa terbuang, dll.
            Cara para remaja menghilangkan kepenatan tersebut baik ke arah positif atau negatif ternyata bersifat relatif. Hal ini tergantung pada sikap dan perilaku remaja tersebut. Jika dia bisa mengarahkan ke arah positif, berarti dia berhasil mengurangi bahkan menghilangkan perasaan tersebut. Bila sebaliknya, berarti dia gagal. Cara-cara yang dilakukan untuk menghilangkan kepenatan tersebut pastinya akan melahirkan perubahan sikap dalam diri remaja yang mengalami broken home. Sebuah perubahan yang akan membawa mereka merasa lebih baik dari sebelumnya, sementara atau selamanya.

2.5  Solusi Meminimalisir Dampak Negatif Terhadap Remaja Broken Home
            Agar para remaja yang sedang mencari jati diri tidak semakin terjerumus, tentunya diperlukan peranan orang tua. Selain itu, dibutuhkan pengawasan ketat dari pihaksekolah dan itu menjadi kunci keberhasilan pencegahan kenakalan remaja baik sebagai akibat broken home maupun akibat hal lainnya. Peran orang tua dirumah dan peran sekolah menjadi kunci keberhasilan pencegahan moral remaja akibat pengaruh pergaulan bebas. Kasih sayang dan perhatian orang tua adalah langkah pertama.
A.    Berbasis Pendidikan Formal
      Ruang kedua bagi anak/remaja adalah pendidikan formal. Disini mereka bergelut dengan waktu, menumpahkan sebagian besar energinya untuk mendalami berbagai ilmu pengetahuan, bekalnya di kemudian hari ketika terjun di masyarakat. Institusi pendidikan juga memiliki peran penting melanjutkan estapet orang tua dalam mendidik dan membimbing anak-anaknya. Karena itulah, pendidikan formal harus berjalan maksimal.

B.     Berbasis Masyarakat atau Sosial
      Masyarakat adalah tempat dimana orang-orang dengan berbagai latar belakang membentuk sebuah sistem. Mereka hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur. Dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang saling tergantung satu sama lain. Pencerahan berbasis masyarakat ini diharapkan dapat menggugah, mendorong dan menggerakkan masyarakat untuk sadar, peduli, dan aktif terhadap remaja yang mengalami broken home.


2.6  Faktor-faktor Penyebab Broken Home
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan broken home adalah:
2.6.1        Terjadinya Perceraian
            Faktor yang menjadi penyebab perceraian adalah pertama adanya disorientasi tujuan suami istri dalam membangun mahligai rumah tangga; dan faktor kedewasaan yang mencakup intelektualitas, emosionalitas, kedua, kemampuan mengelola dan mengatasi berbagai masalah keluarga: ketiga, pengaruh perubahan dan norma yang berkembang di masyarakat.

2.6.2        Ketidakdewasaan Sikap Orang Tua
            Ketidakdewasaan sikap orang tua salah satunya dilihat dari sikap egoisme dan egosentrisme. Egoisme adalah suatu sifat buruk manusia yang mementingkan dirinya sendiri. Sedangkan egosentrisme adalah sikap yang menjadikan dirinya pusat perhatian yang diusahakan oleh seseorang dengan segala cara. Egoisme orang tua akan berdampak kepada anaknya, yaitu timbul sifat membandel, sulit di suruh dan suka bertengkar dengan saudaranya.
            Adapun sikap membandel adalah aplikasi dari rasa marah terhadap orang tua yang egosentrisme. Seharusnya orang tua memberi contoh yang baik seperti suka bekerjasama, saling membantu, bersahabat dan ramah. Sifat-sifat ini adalah lawan dari egoisme dan egosentrisme.

2.6.3        Orang Tua yang Kurang Memiliki Rasa Tanggungjawab
            Tidak bertanggungjawabnya ornag tua salah satunya masalah kesibukan. Kesibukan adalah satu kata yang telah melekat pada masyarakat modern di kota-kota. Kesibukannya terfokus pada pencarian materi yaitu harta dan uang. Mengapa demikian? Karena filsafat hidup mereka mengatakan uang adalah harga diri, dan waktu adalah uang. Jika telah kaya berarti suatu keberhasilan, suatu kesuksesan. Di samping itu kesuksesan lain adalah jabatan tinggi.

2.6.4        Jauh dari Tuhan
            Segala sesuatu perilaku manusia disebabkan karena dia jauh dari Tuhan. Sebab, Tuhan mengajarkan agar manusia berbuat baik. Jika keluarga jauh dari Tuhan dan mengutamakan materi dunia semata maka kehancuran dalam keluarga itu akan terjadi. Karena dari keluarga tersebut akan lahir anak-anak yang tidak taat kepada Tuhan dan kedua orang tuanya.

2.6.5        Adanya Masalah Ekonomi
            Dalam suatu keluarga mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga. Istri banyak menuntut hal-hal diluar makan dan minum. Padahal dengan penghasilan suami sebagai buruh lepas, hanya dapat memberikan makan dan rumah petak tempat berlindung yang sewanya terjangkau. Karena suami tidak sanggup memenuhi tuntutan istri dan anak-anaknya akan kebutuhan-kebutuhan yang disebutkan tadi, maka timbullah pertengkaran suami-istri yang sering menjurus ke arah perceraian.

2.6.6        Kehilangan Kehangatan Didalam Keluarga Antara Orang Tua dan Anak
            Kurang atau putus komunikasi diantara anggota keluarga menyebabkan hilangnya kehangatan di dalam keluarga antara orang tua dan anak. Faktor kesibukan biasanya sering dianggap penyebab utama dari kurangnya komunikasi. Dimana ayah dan ibu bekerja dari pagi hingga sore hari, mereka tidak punya waktu untuk makan siang bersama, shalat berjamaah di rumah dimana ayah menjadi imam, sedang anggota yang lain menjadi jamaah.
            Dan anak-anak akan mengungkapkan pengalaman perasaan dan pemikiran-pemikiran tentang kebaikan keluarga termasuk kritik terhadap orang tua mereka. Yang sering terjadi adalah kedua orang tua pulang hampir malam karena jalanan macet, badan capek, sampai di rumah mata mengantuk dan tertidur. Tentu orang tidak mempunyai kesempatan untuk  berdiskusi dengan anak-anaknya.

2.6.7        Adanya Masalah Pendidikan
            Masalah pendidikan sering menjadi penyebab terjadinya broken home. Jika pendidikan agak lumayan pada suami istri maka wawasan tentang kehidupan keluarga dapat dipahami oleh mereka. Sebaliknya pada suami istri yang pendidikannya rendah sering tidak dapat memahami lika-liku keluarga. Karena itu sering salah menyalahkan bila terjadi persoalan di keluarga. Akibatnya selalu terjadi pertengkaran yang mungkin akan menimbulkan perceraian. Jika pendidikan agama ada atau lumayan mungkin sekali kelemahan dibanding pendidikan akan di atasi. Artinya suami istri akan dapat mengekang nafsu masing-masing sehingga pertengkaran dapat dihindari.

DAFTAR PUSTAKA


Gunarsa,Singgih D.2004. Psikologi Praktis: Anak Remaja dan Keluarga. Jakarta: BPK Gunung Mulia

Hurlock, Elizabeth B. 1978. Perkembangan Anak. Jakarta:  Erlangga

Wirawan, Sarlito. 1989. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Syansu, Yusuf LN. 2005. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja Rosda Karya
           
            

lansia dengan masalah sosiokultural : isolasi sosial menarik diri

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
            Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia. Masalah kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah kesehatan yang dibahas pada pasien-pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang merupakan bagian dari Gerontologi, yaitu ilmu yang mempelajari segala aspek dan masalah lansia, meliputi aspek fisiologis, psikologis, sosial, kultural, ekonomi dan lain-lain. Menurut Setiawan (1973), timbulnya perhatian pada orang-orang usia lanjut dikarenakan adanya sifat-sifat atau faktor-faktor khusus yang mempengaruhi kehidupan pada usia lanjut.
Lansia merupakan salah satu fase kehidupan yang dialami oleh individu yang berumur panjang. Lansia tidak hanya meliputi aspek biologis, tetapi juga psikologis dan sosial. Menurut Laksamana (1983:77), perubahan yang terjadi pada lansia dapat disebut sebagai perubahan `senesens` dan perubahan ’senilitas’. Perubahan `senesens’ adalah perubahan-perubahan normal dan fisiologik akibat usia lanjut. Perubalian ’senilitas’ adalah perubahan¬-perubahan patologik permanent dan disertai dengan makin memburuknya kondisi badan pada usia lanjut. Sementara itu, perubahan yang dihadapi lansia pada amumnya adalah pada bidang klinik, kesehatan jiwa dan problema bidang sosio ekonomi. Oleh karma itu lansia adalah kelompok dengan resiko tinggi terhadap problema fisik dan mental.
Proses menua pada manusia merupakan fenomena yang tidak dapat dihindarkan. Seinakin baik pelayanan kesehatan sebuah bangsa makin tinggi pula harapan hidup masyarakatnya dan padan gilirannya makin tinggi pula jumlah penduduknya yang berusia lanjut. Demikian pula di Indonesia.
Dalam pendekatan pelayanan kesehatan pada kelompok lansia sangat perlu ditekankan pendekatan yang dapat mencakup sehat fisik, psikologis, spiritual dan sosial. Hal tersebut karena pendekatan dari satu aspek saja tidak akan menunjang pelayanan kesehatan pada lansia yang membutuhkan suatu pelayanan yang komprehensif.
Usia lansia bukan hanya dihadapkan pada permasalahan kesehatan jasmaniah saja, tapi juga permasalahan gangguan mental dalam menghadapi usia senja. Lansia sebagai tahap akhir dari siklus kehidupan manusia, sering diwarnai dengan kondisi hidup yang tidak sesuai dengan harapan. Banyak faktor yang menyebabkan seorang mengalami gangguan mental seperti menarik diri.
Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa lansia. Faktor-faktor tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga para lansia dapat menikmati hari tua mereka dengan bahagia. Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah sebagai berikut:
• Penurunan kondisi fisik
• Penurunan fungsi dan potensi seksual
• Perubahan aspek psikososial
• Perubahan yang berkaitan dengan pekcrjaan
• Perubahan dalam peran sosial di masyarakat

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan sebelumnya maka penulis merumuskan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini. Adapun rumusan masalahnya antara lain :
1.      Apakah definisi dari Isolasi dan Menarik Diri?
2.      Apakah etiologi dari Menarik Diri?
3.      Apa saja Faktor Predisposisi?
4.      Apa saja Faktor Presifitasi?
5.      Apa saja Tanda dan Gejala?
6.      Apa saja Rentang Respon?
7.      Apa saja Karakteristik Perilaku?
8.      Apa saja Permasalahan?

1.3. Tujuan
1.3.1.      Tujuan Umum
Mengetahui dan mampu memberikan asuhan keperawatan lansia dengan masalah sosio cultural.        

1.3.2.      Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari pembuatan makalah ini adalah agar mahasiswa/ mahasiswi mengetahui dan dapat melakukan hal sebagai berikut :
1.        Mengetahui definisi dari Isolasi dan Menarik Diri?
2.        Mengetahui etiologi dari Menarik Diri?
3.        Mengetahui Faktor Predisposisi
4.        Mengetahui Faktor Presifitasi
5.        Mengetahui Tanda dan Gejala
6.        Mengetahui Rentang Respon
7.        Mengetahui Karakteristik Perilaku
8.        Mengetahui Permasalahan
BAB II
KONSEP DASAR TEORITIS

2.1. Definisi

Menarik diri adalah penilaian yang salah tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri pencapaian ideal diri /cita-cita /harapan langsung menghasilkan perasaan berharga .Harga diri dapat diperoleh melalui penghargaan diri sendiri maupun dari orang lain.Perkembangan harga diri juga ditentukan oleh perasaan diterima,dicintai,dihormati oleh orang lain,serta keberhasilan yang pernah dicapai individu dalam hidupnya (Hidayat,2006).

Isolasi adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak ( Carpenito, 1998 )

Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam(Towsend,1998)

Seseorang dengan perilaku menarik diri akan menghindari interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran dan prestasi atau kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang dimanivestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian dan tidak sanggup membagi pengalaman dengan orang lain (DepKes, 1998).

Dari segi kehidupan sosial cultural, interaksi sosial adalah merupakan hal yang utama dalam kehidupan bermasyarakat, sebagai dampak adanya kerusakan interaksi sosial : menarik diri akan menjadi suatu masalah besar dalam fenomen kehidupan, yaitu terganggunya komunikasi yang merupakan suatu elemen penting dalam mengadakan hubungan dengan orang lain atau lingkungan disekitarnya.

 

2.2. Etiologi
Penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah yaitu perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan, yang ditandai dengan adanya perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat, percaya diri kurang, dan juga dapat mencederai diri (Carpenito,L.J,1998:352)

2.3. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya perilaku menarik diri adalah kegagalan perkembangan yang dapat mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya orang lain, ragu takut salah, putus asa terhadap hubungan dengan orang lain, menghindar dari orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan dan merasa tertekan.
Berbagai teori telah diajukan untuk menjelaskan gangguan alam perasaan yang parah. Teori ini menunjukkan rentang faktor-faktor penyebab yang mungkin bekerja sendiri atau dalam kombinasi.
1. Faktor genetik, dianggap mempengaruhi tranmisi gangguan efektif melalui riwayat keluarga atau keturunan.
2. Teori agresi menyerang kedalam menunjukkan bahwa depresi terjadi karena perasaan marah yang ditujukan kepada diri sendiri.
3. Teori kehilangan objek, merujuk kepada perpisahan traumatik individu dengan benda atau yang sangat berarti.
4. Teori organisasi kepribadian, menguraikan bagaimana konsep diri yang negatif dan harga diri rendah mempengaruhi sistem keyakinan dan penilaian seseorang terhadap sesuatu
5. Model kognitif menyatakan bahwa defresi, merupakan masalah kognitif yang didominasi oleh evaluasi negatif seseorang terhadap diri seseorang, dunia seseorang, dan masa depan seseorang.



2.4.  Faktor Presifitasi
Sedangkan faktor presipitasi dari faktor sosio-cultural karena menurunnya stabilitas keluarga dan berpisah karena meninggal dan faktor psikologis seperti berpisah dengan orang yang terdekat atau kegagalan orang lain untuk bergantung, merasa tidak berarti dalam keluarga sehingga menyebabkan klien berespons menghindar dengan menarik diri dari lingkungan (Stuart and sundeen, 1995).

2.5. Tanda dan Gejala
1.    Apatis, ekspresi, afek tumpul.
2.    Menghindar dari orang lain (menyendiri) klien tampak memisahkan diri dari orang lain.
3.    Komunikasi kurang atau tidak ada.
4.    Tidak ada kontak mata, klien lebih sering menunduk.
5.    Berdiam diri di kamar/tempat berpisah – klien kurang mobilitasnya.
6.    Menolak hubungan dengan orang lain – klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap.
7.    Tidak melakukan kegiatan sehari-hari, artinya perawatan diri dan kegiatan rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan.

2.6.  Rentang Respon
1. Menyendiri (solitude) merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya dan suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah selanjutnya.
2. Otonomi merupakan kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide-ide pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.
3. Bekerjasama (mutualisme) adalah suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu tersebut mampu untuk saling memberi dan menerima.
4. Saling tergantung (interdependen) adalah suatu kondisi saling tergantung antara individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
5. Menarik diri merupakan suatu keadaan dimana seseoramg menemukan kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.
6. Tergantung (dependen) terjadi bila seseorang gagal mengambangkan rasa percaya diri atau kemampuannya untuk berfungsi secara sukses.
7. Manipulasi merupakan gangguan hubungan sosial yang terdapat pada individu yang menganggap orang lain sebagai objek. Individu tersebut tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam.
8. Curiga terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya dengan orang lain. Kecurigaan dan ketidakpercayaan diperlihatkan dengan tanda-tanda cembru, iri hati, dan berhati-hati. Perasaan induvidu ditandai dengan humor yang kurang, dan individu merasa bangga dengan sikapnya yang dingin dan tanpa emosi.

2.7 Karakteristik Perilaku
1.      Gangguan pola makan : tidak nafsu makan atau makan berlebihan.
2.      Berat badan menurun atau meningkat secara drastis.
3.      Kemunduran secara fisik.
4.      Tidur berlebihan.
5.      Tinggal di tempat tidur dalam waktu yang lama.
6.      Banyak tidur siang.
7.      Kurang bergairah.
8.      Tidak memperdulikan lingkungan.
9.      Kegiatan menurun.
10.  Immobilisasai.
11.  Mondar-mandir (sikap mematung, melakukan gerakan berulang).
12.  Keinginan seksual menurun.

2.8 Permasalahan
Berbagai permasalahan sosial yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan Lanjut Usia, antara lain sebagai berikut :
1. Permasalahan Umum
a.    Masih besarnya jumlah Lajut Usia yang berada dibawah garis kemiskinan.
b.    Makin melemahnya nilai kekerabatan, sehingga anggota keluarga yang berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai dan dan dihormati, berhubung terjadi perkembangan pola kehidupan keluarga yang secara fisik lebih mengarah pada bentuk kelurga kecil.
c.    Lahirnya kelompok masyarakat industri, yang memiliki ciri kehidupan yang lebih bertumpu kepada individu dan menjalankan kehidupan berdasarkan perhitungan untung rugi, lugas dan efisien, yang secara tidak langsung merugikan kesejahteraan lanjut usia.
d.   Masih rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga profesional pelayanan lanjut usia dan masih terbatasnnya sarana pelayanan dan fasilitas khusus bagi lanjut usia dengan berbagai bidang pelayanan pembinaan kesejahteraan lanjut usia.
e.    Belum membudaya dam melembaganya kegiatan pembinaan kesejateraan lanjut usia.

2. Permasalahan Khusus
Menurut Departemen Sosial Republik Indonesia (1998), berbagai permasalahan khusus yang berkaitan dengan kesejahteraan lanjut usia adalah sebagai berikut:
a. Berlangsungnya proses menjadi tua, yang berakibat timbulnya masalah baik fisik, mental maupun sosial. Mundurnya keadaan fisik yang menyebabkan penuaan peran sosialnya dan dapat menjadikan mereka lebih tergantung kepada pihak lain.
b. Berkurangnya integrasi sosial Lanjut Usia, akibat produktivitas dan kegiatan Lanjut Usia menurun. Hal ini berpengaruh negatif pada kondisi sosial psikologis mereka yang merasa sudah tidak diperlukan lagi oleh masyarakat lingkungan sekitarnya.
c. Rendahnya produktivitas kerja lanjut usia dibandingkan dengan tenaga kerja muda dan tingkat pendidikan serta ketrampilan yang rendah, menyebabkan mereka tidak dapat mengisi lowongan kerja yang ada, dan terpaksa menganggur.
d. Banyaknya lanjut usia yang miskin, terlantar dan cacat, sehingga diperlukan bantuan dari berbagai pihak agar mereka tetap mandiri serta mempunyai penghasilan cukup.
e. Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah kepada tatanan masyarakat individualistik, sehingga Lanjut Usia kurang dihargai dan dihormati serta mereka tersisih dari kehidupan masyarakat dan bisa menjadi terlantar. Di samping itu terjadi pergeseran nilai budaya tradisional, dimana norma yang dianut bahwa orang tua merupakan bagian dari kehidupan keluarga yang tidak dapat dipisahkan dan didasarkan kepada suatu ikatan kekerabatan yang kuat, dimana orang tua dihormati serta dihargai, sehingga seseorang anak mempunyai kewajiban untuk mengurus orang tuanya. Di pihak lain, dapat terjadi sebagian generasi muda beranggapan bahwa para lanjut usia tidak perlu lagi aktif dalam urusan hidup sehari-hari. Hal ini akan memperburuk integrasi sosial para lanjut usia dengan masyrakatlingkungannya, sehingga dapat terjadi kesenjangan antara-generasi tua dan muda. Dengan demikian, sulit untuk mempertahankan dan melestarikan budaya bangsa ini secara terus-menerus dari generasi ke generasi selanjutnya.
f. Adanya dampak negatif dari proses pembangunan seperti dampak lingkungan, polusi dan urbanisasiyang dapat mengganggu kesehatan fisik lanjut usia. Terkosentrasinya dan penyebaran pembangunan yang belum merata menimbulkan ketimpangan antara penduduk lanjut usia di kota dan di desa.

2.9 Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Masalah Psikososial
A. Pengkajian
• Identitas Klien
Meliputi nama klien , umur , jenis kelamin , status perkawinan, agama, tangggal MRS , informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien dan alamat klien.
• Orang-orang terdekat
Status perkawinan, kebiasaan pasien di dalam tugas-tugas keluarga dan fungsi-fungsinya, pengaruh orang terdekat, proses interaksi dalam keluarga.
• Kultural
Latar belakang etnis, tingkah laku mengusahakan kesehatan (sistem rujukan penyakit), nilai-nilai yang berhubungan dengan kesehatan dan keperawatan, faktor-faktor kultural yang dihubungkan dengan penyakit secara umum dan respons terhadap rasa sakit, kepercayaan mengenai perawatan dan pengobatan.
• Keluhan Utama
Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain) komunikasi kurang atau tidak ada , berdiam diri dikamar ,menolak interaksi dengan orang lain, tidak melakukan kegiatan sehari – hari , dependen.
• Faktor predisposisi
Kehilangan, perpisahan ,harapan orang tua yang tidak realistis ,kegagalan /frustasi berulang, tekanan dari kelompok sebaya; perubahan struktur sosial. Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi , kecelakaan dicerai suami ,putus sekolah ,PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi ( korban perkosaan ,dituduh KKN, dipenjara tiba – tiba) perlakuan orang lain yang tidak menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung lama.
• Aspek fisik / biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan , TB, BB) dan keluhafisik yang dialami oleh klien.
• Aspek Psikososial
1. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
2. Konsep diri
a) Citra tubuh
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Menolak penjelasan perubahan tubuh , persepsi negatip tentang tubuh. Preokupasi dengan bagia tubuh yang hilang, mengungkapkan keputus asaan, mengungkapkan ketakutan.
b) Identitas diri
Ketidakpastian memandang diri, sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan
c) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit, proses menua, putus sekolah, PHK.
d) Ideal diri
Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya : mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.
e) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri , rasa bersalah terhadap diri sendiri , gangguan hubungan sosial , merendahkan martabat, mencederai diri, dan kurang percaya diri.
3. Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan hubunga sosialdengan orang lain terdekat dalam kehidupan, kelempok yang diikuti dalam masyarakat.
4. Kenyakinan klien terhadap tuhan dan kegiatan untuk ibadah ( spritual).
• Status Mental
Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata , kurang dapat memulai pembicaraan , klien suka menyendiri dan kurang mampu berhubungan denga orang lain , Adanya perasaan keputusasaan dan kurang berharga dalam hidup.
• Kebutuhan persiapan pulang.
1. Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan
2. Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC, membersikan dan merapikan pakaian.
3. Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat rapi
4. Klien dapat melakukan istirahat dan tidur , dapat beraktivitas didalam dan diluar rumah
5. Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar.
• Mekanisme Koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan nya pada orang orang lain ( lebih sering menggunakan koping menarik diri)
• Aspek Medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT, Psikomotor,therapy okopasional, TAK , dan rehabilitas.

3.0 Diagnosa Keperawatan
A. Pengertian
Diagnosa Keperawatan adalah identifikasi atau penilaian pola respons baik aktual maupun potensial (Stuart and Sundeen, 1995)
Masalah keperawatan yang sering muncul yang dapat disimpulkan dari pengkajian adalah sebagai berikut :
• Isolasi sosial : menarik diri
• Gangguan konsep diri: harga diri rendah
• Resiko perubahan sensori persepsi
• Koping individu yang efektif sampai dengan ketergantungan pada orang lain
• Gangguan komunikasi verbal, kurang komunikasi verbal.
• Intoleransi aktifitas.
• Kekerasan resiko tinggi.

B. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
1. Harga diri rendah berhubungan dengan merasakan/mengantisipasi kegagalan pada peristiwa-peristiwa kehidupan.
2. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan sistem saraf; kehilangan memori; ketidakseimbangan tingkah laku adaptif dan kemampuan memecahkan masalah.
3. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional/maturasional.
4. Ketidakpatuhan berhubungan dengan sistem penghargaan pasien; keyakinan kesehatan, nilai spiritual, pengaruh kultural.



DAFTAR PUSTAKA

Setiabudhi, Tony dan Hardywinoto. 2005. Panduan Gerontologi: Tinjauan dari Berbagai Aspek. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
E. Doenges, Marilyon. dkk. 1919. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.