BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Keterampilan
berkomunikasi merupakan critical skill yang harus dimiliki oleh perawat, karena
komunikasi merupakan proses yang dinamis yang digunakan untuk mengumpulkan data
pengkajian, memberikan pendidikan atau informasi kesehatan-mempengaruhi klien
untuk mengaplikasikannya dalam hidup, menunjukan caring, memberikan rasa
nyaman, menumbuhkan rasa percaya diri dan menghargai nilai-nilai klien.
Sehingga dapat juga disimpulkan bahwa dalam keperawatan, komunikasi merupakan
bagian integral dari asuhan keperawatan. Seorang perawat yang berkomunikasi
secara efektif akan lebih mampu dalam mengumpulkan data, melakukan tindakan
keperawatan (intervensi), mengevaluasi pelaksanaan dari intervensi yang telah
dilakukan, melakukan perubahan untuk meningkatkan kesehatan dan mencegah
terjadinya masalah- masalah legal yang berkaitan dengan proses keperawatan.
1.2.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
sikap perawat dalam berkomunikasi ?
2.
Apa
hal yang perlu diperhatikan ketika melakukan komunikasi ?
1.3.
Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dituliskan,
maka dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan dari makalah yang penulis buat
adalah:
1.
Agar
para pembaca khususnya perawat dapat mengetahui sikap perawat dalam
berkomunikasi
2.
Agar
para perawat dapat mengetahui hal-hal yang perlu diperhatikan untuk melakukan
komunikasi.
BAB II
PEMBAHASAN
Sikap perawat dalam berkomunikasi
meliputi sikap fisik dan sikap psiko-sos
2.1.SIKAP FISIK
Egan (1975, dikutip oleh Kozier dan Erb,
1983; 372) mengidentifikasi 5 sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara
fisik, yaitu:
1.
Posisi
berhadapan. Arti dari posisi ini adalah ”saya siap untuk anda”.
2.
Kontak
mata. Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien dan menyatakan
keinginan untuk tetap berkomunikasi.
3.
Membungkuk
kearah klien. Posisi ini menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau mendengar
sesuatu.
4.
Sikap
terbuka. Tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan keterbukaan untuk
berkomunikasi.
5.
Relaks.
Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam
memberi respon terhadap klien.
2.2.SIKAP PSIKO-SOS
Sikap psiko-sos dapat dibagi dalam 2
dimensi yaitu dimensi respon dan dimensi tindakan (Truax, Carkhoff dan
Benerson, dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987; 126).
A.
Dimensi
Respon
Dimensi respon
terdiri dari respon perawat yang ikhlas, menghargai, empati dan konkrit.
Dimensi respon sangat penting pada awal berhubungan dengan klien untuk membina
hubungan saling percaya dan komunikasi yang terbuka. Respon ini harus terus
dipertahankan sampai pada akhir hubungan.
1.
Keikhlasan
Perawat
menyatakan melalui keterbukaan, kejujuran, ketulusan dan berperan aktif dalam
berhubungan demgan klien. Perawat berespon dengan tulus, tidak berpura-pura,
mengekspresikan perasaan yang sebenarnya dan spontan.
2.
Menghargai
Perawat menerima
klien apa adanya. Sikap perawat harus tidak menghakimi, tidak mengkritik, tidak
mengejek dan tidak menghina. Rasa menghargai dapat dikomunikasikan melalui:
duduk diam bersama klien yang menangis, minta maaf atas hal yang tidak disukai
klien dan menerima permintaan klien untuk tidak menanyakan pengalaman tertentu.
3.
Empati
Empati merupakan
kemampuan masuk dalam kehidupan klien agar dapat merasakan pikiran dan
perasaannya. Perawat memandang melalui pandangan klien, merasakan melalui
perasaan klien dan kemudian mengidentifikasi masalah klien serta membantu klien
mengatasi masalah tersebut. Melalui penelitian, Mansfield (dikutip oleh Stuart
dan Sundeen, 1987; 129) mengidentifikasi perilaku verbal dan non verbal yang
menunjukkan tingkat empati yang tinggi sebagai berikut:
Ø
Memperkenalkan
diri kepada klien.
Ø
Kepala
dan badan membungkuk ke arah klien.
Ø
Respon
verbal terhadap pendapat klien, khususnya pada kekuatan dan sumber daya klien.
Ø
Kontak
mata dan berespon pada tanda non verbal klien misalnya nada suara, gelisah,
ekspresi wajah.
Ø
Tunjukkan
perhatian, minat, kehangatan, melalui ekspresi wajah.
Ø
Nada
suara konsisten dengan ekspresi wajah dan respon verbal.
4.
Konkrit
Perawat
menggunakan terminologi yang spesifik, bukan yang abstrak. Hal ini perlu untuk
menghindarkan keraguan dan ketidakjelasan. Ada 3 kegunaannya, yaitu:
Ø
Mempertahankan
respon perawat terhadap perasaan klien
Ø
Memberi
penjelasan yang akurat oleh perawat
Ø
Mendorong
klien memikirkan masalah yang spesifik.
B.
Dimensi
Tindakan
Dimensi tindakan
tidak dapat dipisahkan dengan dimensi respon. Tindakan yang dilaksanakan harus
dalam konteks kehangatan dan pengertian. Perawat senior sering segera masuk
dimensi tindakan tanpa membina hubungan yang adekuat sesuai dengan dimensi
respon. Dimensi respon membawa klien pada tingkat penilikan diri yang tinggi
dan kemudian dilanjutkan dengan dimensi tindakan.
Dimensi tindakan terdiri dari
konfrontasi, kesegeraan, keterbukaan, emotional chatarsis dan bermain peran
(Stuart dan Sundeen, 1987; 131)
1. Konfrontasi.
Konfrontasi
merupakan ekspresi perasaan perawat tentang perilaku klien ynag tidak sesuai.
Carkhoff (dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987; 131), mengidentifikasi 3
katagori konfrontasi, yaitu:
a. Ketidaksesuaian antara konsep diri
klien (ekspresi klien tentang dirinya) dan ideal diri klien (keinginan klien)
b. Ketidaksesuaian antara ekspresi non verbal
dan perilaku klien.
c. Ketidaksesuaian antara pengalaman
klien dan pengalaman perawat.
2. Segera
Kesegeraan
berfokus pada interaksi dan hubungan perawat-klien saat ini. Perawat sensitif
terhadap perasaan klien dan berkeinginan membantu dengan segera.
3. Terbukaan
Perawat harus
terbuka memberikan informasi tentang dirinya, ideal diri, perasaan, sikap dan
nilai yang dianutnya. Perawat membuka diri tentang pengalaman yang berguna
untuk terapi klien. Tukar pengalaman ini memberi keuntungan pada klien untuk
mendukung kerjasama dan memberi sokongan.
Melalui penelitian ditemukan bahwa
peningkatan keterbukaan antara perawat-klien dapat menurunkan tingkat kecemasan
perawat-klien (Johnson, dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987; 134).
4. “Emotional Chatarsis”
Emotional
chatarsis terjadi jika klien diminta bicara tentang hal yang sangat mengganggu
dirinya. Ketakutan, perasaan dan pengalaman dibuka dan menjadi topik diskusi
antara perawat-klien. Pengalaman Perawat dapat digunakan untuk terapi pada
pasien.
5. Bermain Peran
Bermain peran
adalah melakukan peran pada situasi tertentu. Hal ini berguna untuk
meningkatkan kesadaran dalam berhubungan dan kemampuan melihat situasi dari
pandangan orang lain. Bermain peran menjembatani anatara pikiran serta perilaku
dan klien akan merasa bebas mempraktekkan perilaku baru pada lingkungan yang
aman.
2.3. KOMUNIKASI
Perawat perlu menyadari pesan verbal dan non-verbal
yang disampaikan klien mulai dari saat pengkajian sampai evaluasi asuhan
keperawatan, karena isyarat non-verbal menambah arti terhadap pesan verbal.
Perawat yang mendektesi suatu kondisi dan menentukan kebutuhan asuhan
keperawatan. Komunikasi non-verbal teramati pada:
1.
Metakomunikasi
Komunikasi tidak hanya tergantung pada pesan tetapi
juga pada hubungan antara Pembicara dengan lawan bicaranya. Metakomunikasi
adalah suatu komentar terhadap isi pembicaraan dan sifat hubungan antara yang
berbicara, yaitu pesan di dalam pesan yang menyampaikan sikap dan perasaan
pengirim terhadap pendengar. Contoh: tersenyum ketika sedang marah.
2.
Penampilan Personal
Penampilan seseorang merupakan salah
satu hal pertama yang diperhatikan selama komunikasi interpersonal. Kesan
pertama timbul dalam 20 detik sampai 4 menit pertama. Delapan puluh empat
persen dari kesan terhadap seserang berdasarkan penampilannya (Lalli Ascosi,
1990 dalam Potter dan Perry, 1993).
Bentuk fisik, cara berpakaian dan
berhias menunjukkan kepribadian, status sosial, pekrjaan, agama, budaya dan
konsep diri. Perawat yang memperhatikan penampilan dirinya dapat menimbulkan
citra diri dan profesional yang positif. Penampilan fisik perawat mempengaruhi
persepsi klien terhadap pelayanan/asuhan keperawatan yang diterima, karena tiap
klien mempunyai citra bagaimana seharusnya penampilan seorang perawat. Walaupun
penampilan tidak sepenuhnya mencerminkan kemampuan perawat, tetapi mungkin akan
lebih sulit bagi perawat untuk membina rasa percaya terhadap klien jika perawat
tidak memenuhi citra klien.
3.
Intonasi (Nada Suara)
Nada suara pembicara mempunyai dampak yang besar terhadap
arti pesan yang dikirimkan, karena emosi seseorang dapat secara langsung
mempengaruhi nada suaranya. Perawat harus menyadari emosinya ketika sedang
berinteraksi dengan klien, karena maksud untuk menyamakan rsa tertarik yang
tulus terhadap klien dapat terhalangi oleh nada suara perawat.
4.
Ekspresi wajah
Hasil suatu penelitian menunjukkan enam keadaan
emosi utama yang tampak melalui ekspresi wajah: terkejut, takut, marah, jijik,
bahagia dan sedih. Ekspresi wajah sering digunakan sebagai dasar penting dalam
menentukan pendapat interpesonal. Kontak mata sangat penting dalam komunikasi
interpersonal. Orang yang mempertahankan kontak mata selama pembicaraan
diekspresikan sebagai orang yang dapat dipercaya, dan memungkinkan untuk
menjadi pengamat yang baik. Perawat sebaiknya tidak memandang ke bawah ketika
sedang berbicara dengan klien, oleh karena itu ketika berbicara sebaiknya duduk
sehingga perawat tidak tampak dominan jika kontak mata dengan klien dilakukan
dalam keadaan sejajar.
5.
Sikap tubuh dan langkah
Sikap tubuh dan langkah menggambarkan
sikap; emos, konsep diri dan keadaan fisik. Perawat dapat mengumpilkan
informasi yang bermanfaat dengan mengamati sikap tubuh dan langkah klien.
Langkah dapat dipengaruhi oleh faktor fisik seperti rasa sakit, obat, atau
fraktur.
6.
Sentuhan
Kasih sayang, dukungan emosional, dan
perhatian disampaikan melalui sentuhan. Sentuhan merupakan bagian yang penting
dalam hubungan perawat-klien, namun harus mnemperhatikan norma sosial. Ketika
membrikan asuhan keperawatan, perawat menyentuh klien, seperti ketika
memandikan, melakukan pemeriksaan fisik, atau membantu memakaikan pakaian.
Perlu disadari bahwa keadaan sakit membuat klien tergantung kepada perawat
untuk melakukan kontak interpersonal sehingga sulit untuk menghindarkan
sentuhan. Bradley & Edinburg (1982) dan Wilson & Kneisl (1992)
menyatakan bahwa walaupun sentuhan banyak bermanfaat ketika membantu klien,
tetapi perlu diperhatikan apakah penggunaan sentuhan dapat dimengerti dan
diterima oleh klien, sehingga harus dilakukan dengan kepekaan dan hati-hati.